Geisha, bagi kebanyakan orang, kata tersebut membuat mereka berpikir tentang prostitusi yang ada di Jepang. Pemahaman seperti itu memang tidak salah karena ada periode ketika Geisha hampir tidak jauh berbeda dengan pekerja seks komersial.
Sebenarnya Geisha itu apa ya ??? Menurut pengertian dari karakter huruf kanjinya, Geisha berarti seniman, dimana huruf Gei berarti seni dan Sha berarti pelaku atau orang. Jadi, Geisha adalah seniwati professional yang bertugas menghibur tamu yang berkunjung ke tempat di mana dia bekerja. Geisha biasanya bekerja di Ochaya atau kedai teh. Menghibur bukan berari memberikan “hiburan” tapi mempertunjukkan berbagai kesenian tradisional Jepang dan bercengkrama dengan tamu tersebut. Kesenian-kesenian yang biasa dipertunjukkan oleh seorang Geisha adalah seni tari, menyanyi, menabuh gendang (Tsutsumi), memetik Shamisen,dsb. Seorang Geisha harus berwawasan luas, karena harus bisa berinteraksi dengan tamu dengan baik agar tamu merasa nyaman berada di tempatnya.
Geisha juga terkenal dengan gaya dandanan dan make up yang unik. Wajah Geisha memakai make up tebal berwarna putih dan bibir yang diberi warna merah cherry. Geisha memakai kimono dengan tiga lapisan dan warna yang cerah tapi tidak menggunakan aksesoris-aksesoris yang biasanya dipakai wanita. Rambut seorang Geisha ditata atau disanggul sedemikian rupa hingga menyerupai buah persik yang terbelah dua, tatanan rambut tersebut dikenal dengan istilah Momoware. Untuk menjaga tatanan rambutnya yang unik dan susah dibuat itu, ketika tidur para Geisha menggunakan bantal khusus yang disebut Takamakura atau bantal tinggi.
Geisha muncul yang pertama kalinya pada sekitar tahun 1600an. Pada masa tersebut, yang bekerja menjadi Geisha adalah kaum pria, mereka lebih dikenal sebagai Hokan atau pelawak., tugas mereka adalah membuat tamu merasa terhibur dengan lawakannya dan tabuhan gendangnya. Lalu pada tahun 1751 muncul Geisha wanita untuk pertama kalinya, dia disebut Geiko. Pada tahun 1780, jumlah Geisha pria menurun dan sebaliknya jumlah Geisha wanita meningkat, dan akhirnya pada tahun 1800an, semua geisha adalah wanita.
Reputasi Geisha yang buruk diawali pada masa perang dunia ke-2. Ketika itu para prajurit Amerika yang mencari hiburan menyebut para pekerka seks komersial (Yujo) dengan sebutan Geisha, hal itu disebabkan karena para prajurit tidak bisa membedakan yang mana Yujo dan yang mana Geisha karena dandanannya yang hampir sama. Sejak itulah reputasi Geisha menjadi buruk di mata orang-orang yang awam. Sebenarnya perbedaan Yujo dan Geisha sangatlah mudah untuk dilihat, perbedaan itu terletak pada pemakaian Obi atau ikat pinggangnya. Seorang Yujo mengikat Obi nya di depan sedangkan Geisha mengikat Obinya di belakang, mengapa para Yujo mengikat Obi nya di depan ? Karena agar lebih mudah memakai dan melepaskan kimononya sendiri tanpa bantuan perias, lalu banyak Yujo menggunakan Aksesoris di tatanan rambutnya sedangkan para Geisha hanya menggunakan aksesoris yang sederhana saja. Selain itu juga ada peraturan bahwa Geisha tidak boleh tidur dengan orang-orang yang menjadi konsumen Yujo.
Geisha mengeksklusifkan diri tinggal di lingkungan yang terpisah dari lingkungan masyarakat umum. Dalam satu rumah terdapat satu orang wanita yang menjadi pemimpin rumah tersebut. Pemimpin rumah Geisha disebut dengan Okamisan. Selain memimpin, Okamisan juga melatih anggota keluarganya. Wanita yang menjadi Geisha memiliki motif tersendiri, tapi pada umumya motifnya adalah dikarenakan keturunan dan ada juga yang dikirimkan oleh keluarganya ke rumah Geisha untuk dilatih menjadi seorang Geisha.
Tugas Tamago adalah membantu Okamisan dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan belajar dengan cara mengamati para geisha dan maiko. Maiko adalah murid yang sudah dilatih dengan serius oleh Okamisan. Ciri-ciri Maiko yang membedakan dari Geisha yang paling jelas nampak adalah pada pemakaian kimononya, Maiko memakai Kimono yang berwarna cerah, berbeda dengan Geisha yang memakai Kimono yang berwarna gelap.
Perbedaan yang lain adalah pada pemakaian make up khusunya lipstick, Maiko menggunakan Lipstick hanya pada bibir bagian bawah. Umur Maiko adalah sekitar 20-21 tahun, dia akan dilatih untuk jangka waktu sekitar 3-4 tahun. Mereka dilatih untuk mahir dalam menari tradisional, memainkan alat musik Shamisen dan Tsutsumi atau gendang kecil, menyajikan teh dalam upacara Chanoyu dan sebagainya. Setelah Maiko melesaikan latihannya dia akan menjadi Geisha dengan melewati sebuah upacara yang disebut Erikae. Dan jika para Geisha kehilangan keperawanannya dia juga akan melakukan sebuah upacara yang disebut Mizuage.
Pada masa awal kemunculannya, Geisha memakai pakaian yang sedikit lebih “jantan”, mereka memakai katana sebagai hiasan untuk menyerasikan dengan pakaian mereka yang bernuansa samurai. Seiring dengan perkembangan zaman, Geisha yang sekarang terlihat lebih feminim, selain itu Kimono yang dipakai Geisha pun tergantung pada musim. Pada masa sekarang, selain melakukan pekerjaan yang standar Geisha juga bisa menjadi model.
Hubungan Geisha dan istri konsumen Geisha sangat terjaga dengan baik. Para istri harus mengetahui siapa Geisha suaminya begitu juga sebaliknya. Pada tahun baru para Geisha kerap kali mendatangi rumah konsumennya dan memberikan berbagai bingkisan kepada keluarga konsumennya khususnya kepada sang istri. Selain itu, sang Geisha juga akan menghibur istri dan anak-anak konsumennya dengan tarian dan nyanyian tradisional Jepang.
Hubungan seorang Geisha dengan konsumennya bukanlah hubungan yang berdasarkan cinta. Geisha juga dituntut umtuk tidak mengganggu hubungan perkawinan konsumennya. Bila terjadi hubungan yang mengarah pada hubungan seks maka hal itu terjadi karena suka sama suka dan Geisha tidak meminta bayaran untuk itu. Dan bukan keharusan juga untuk Geisha untuk me gikuti segala kemauan konsumennya.
Geisha |
Selain menghibur, Geisha juga memiliki banyak andil dalam pergolakan-pergolakan politik di Jepang, hal itu karena sebagian besar perundingan-perundingan poltik mengambil tempat di kedai teh dimana para Geisha bekerja. Mereka banyak mengetahui rahasia-rahasia poltik dan ada juga yang turut andil dalam mempengaruhi seorang politikus pada masa itu. Dikatakan bahwa geisha adalah satu-satunya profesi di Jepang yang menempatkan wanita pada posisi teratas. Profesi ini juga menjadikan sosok wanita sebagai sosok yang dihargai dalam masyarakat Jepang yang konon menempatkan posisi wanita selalu di bawah pria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar